JAKARTA I Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan bahwa kebijakan pengalihan anggaran transfer ke Daerah (TKD)
Hal ini merupakan langkah strategis untuk mendorong realisasi program yang efisien dan tepat sasaran.
Menurutnya, hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan masih banyak daerah yang belum optimal dalam mengelola anggaran dan program pembangunan.
“Kalau realisasi anggaran tidak efisien, maka harus dikurangi. Kita ambil contoh yang bagus, karena banyak daerah yang berhasil mengelola anggaran dengan tepat,” kata Mendagri Tito usai menghadiri rapat bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Salah satu contoh daerah yang disebut Tito adalah Kabupaten Lahat di bawah kepemimpinan Bupati Bursah Zarnubi.
Bursah dinilai sukses menerapkan efisiensi dengan memangkas sejumlah pos anggaran seperti perjalanan dinas, rapat, biaya perawatan hingga konsumsi.
Hasil penghematan kemudian dialihkan untuk pembangunan bendungan irigasi yang mampu mengairi sekitar delapan ribu hektare lahan pertanian.
Tito menjelaskan, prinsip efisiensi anggaran terbukti dapat diterapkan oleh pemerintah daerah (Pemda).
Karena itu, pengalihan anggaran TKD diarahkan untuk program prioritas yang benar-benar dirasakan masyarakat, seperti jaring pengaman sosial, pendidikan, kesehatan, serta program makan bergizi gratis (MBG).
“Namun, kami juga melakukan exercise. Daerah itu beragam. Ada yang PAD-nya kuat seperti Jakarta dan Bandung
Tapi ada juga yang PAD-nya hanya sekitar 5 persen dibandingkan dana transfer pusat,” lanjut Mendagri
Menurut Tito, Kemendagri telah melakukan kajian terhadap kapasitas fiskal daerah. Untuk daerah dengan fiskal lemah, Kemendagri memberikan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan agar pengalihan anggaran tidak terlalu besar.
Sebaliknya, daerah dengan kapasitas fiskal kuat bisa lebih fleksibel dalam melakukan penyesuaian.
Selain efisiensi, Tito juga berpesan agar Pemda memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam penyusunan program.
Pemda diminta melakukan sosialisasi luas dan melibatkan masyarakat, agar kebijakan yang diterapkan tidak menimbulkan gejolak.
“Kalau mayoritas masyarakat setuju, maka kebijakan bisa dijalankan. Tapi kalau mayoritas menolak, jangan dipaksakan. Semua harus melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat,” tambah Tito.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap pengelolaan anggaran daerah semakin transparan, efisien dan tepat sasaran.
Pada akhirnya, seluruh program pembangunan di daerah benar-benar memberikan manfaat nyata bagi rakyat.(@Gus Kliwir)