KOTA KUPANG I Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali mencuat di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Seorang ibu rumah tangga, sekaligus guru dan aktivis gereja, Imelda Christina Bessie (42), resmi melaporkan suaminya berinisial SLM (44) ke Polda NTT atas tuduhan KDRT psikis, verbal, hingga penelantaran anak.
Inisial SLM diketahui berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan kini bertugas sebagai staf umum di Kantor Bupati Rote Ndao.
Laporan resmi Imelda didampingi tim kuasa hukum yang dipimpin Jacob Lay Riwu, S.H., bersama tiga pengacara lainnya, dan telah diterima kepolisian dengan nomor LP/B/190/VIII/2025/SPKT/POLDA NTT pada Jumat (30/8/2025) sore.
Kisruh rumah tangga ini disebut Imelda telah berlangsung lama. Pertengkaran pertama tercatat sejak September 2022, hingga akhirnya mereka pisah ranjang selama hampir dua tahun.
Namun puncak masalah terjadi setelah anak sulung mereka yang baru berusia enam tahun mengalami kecelakaan ditabrak mobil pick up pada Juli 2024.
Anak tersebut menjalani operasi besar dan perawatan intensif berkepanjangan. Ironisnya, di saat keluarga sedang menghadapi cobaan berat.
Inisial SLM justru diduga membantu pelaku kecelakaan, Dedi Ndolu untuk mengeluarkan mobil barang bukti dari Polres Rote Ndao.
Lebih mengejutkan lagi, inisial SLM disebut melakukan kesepakatan sepihak dengan pelaku dengan menerima kompensasi Rp 5 juta,
Bahkan berusaha mencabut laporan polisi yang awalnya dibuat oleh Imelda sebagai ibu kandung korban.
“Sejak Februari 2018, gajinya tidak pernah diberikan untuk keluarga. Semua kebutuhan rumah tangga, sekolah anak, hingga biaya perawatan medis anak kami, saya tanggung sendiri,” ujar Imelda di Mapolda NTT
Situasi semakin memanas ketika inisial SLM diduga menyebar tuduhan perselingkuhan terhadap istrinya di media sosial, yang kini juga tengah diproses kepolisian.
Tidak berhenti di situ, dalam persidangan kasus kecelakaan anak mereka, inisial SLM bahkan hadir sebagai saksi yang meringankan bagi pelaku, sebuah sikap yang membuat Imelda semakin hancur.
“Sebagai ibu, saya sangat hancur. Sulit dipercaya seorang ayah kandung lebih memilih membela pelaku, dari pada memperjuangkan keadilan bagi anaknya,” lanjut Imelda.
Kuasa hukum Imelda, Andre Lado menegaskan laporan ini didasarkan pada Pasal 49 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Jika terbukti, inisial SLM terancam hukuman penjara maksimal tiga tahun atau denda, hingga Rp 15 juta.
“Langkah ini penting demi memastikan keadilan dan perlindungan hukum bagi korban. Semua bukti dan dokumen sudah disiapkan,” kata Andre kepada wartawan, Minggu (31/8/25).
Saat ini, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda NTT tengah menangani kasus ini secara intensif.
Imelda sudah dimintai keterangan selama lebih dari empat jam, sementara penyidik terus mendalami bukti dan kronologi kasus yang menyeret seorang ASN ini.
Kasus ini menjadi sorotan publik di NTT, bukan hanya karena melibatkan ASN, tetapi juga karena keberanian seorang istri yang memilih bersuara lantang dalam memperjuangkan haknya dan keselamatan anak-anaknya.(red)