JAKARTA, TV10Newsgroup.Com – Kasus kekerasan yang disertai penganiayaan dan penyiksaan terhadap seorang anak berinisial MRS (16) warga Lembata
Diduga dilakukan berinisial ASN yang merupakan salah seorang pejabat dilingkungan Pemda Lembata, NTT mendapat kebijakan serius dari Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA)
Demi kepastian hukum, Arist mendesak Polres Lembata segera menangani kasus ini.” sampai tuntas dan berkeadilan bagi korban serta segera menahan maupun menindak tegas penganiaya anak dibawah umur.
“Oleh kerena itu, tidak ada kata damai terhadap kekerasan yang disertai dengan penganiayaan terhadap anak.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia Arist Merdeka Sirait ketika menerima pengaduan dari komunitas masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang datang dari Lembata untuk melaporkan di kantor di bilangan Jakarta Timur pada hari Kamis (16/01/20).
Selanjutnya, Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa kekerasan disertai dengan penganiayaan terhadap anak ini perlu mendapat perhatian serius.
Karena kekerasan yang disertai dengan penganiayaan ini merupakan pelanggaran berat hak anak.
Disamping itu, adapun tindakan ini sangat tidak terpuji dan menjadi contoh yang tidak baik pula apalagi dilakukan oleh berinisial ANS sebagai salah satu pejabat pemerintah yang semestinya memiliki kesadaran untuk memberikan perlindungan bagi anak secara khusus dan kepada masyarakat Lembata secara umum”, tegas Arist Merdeka Sirait.
Menurut Arist, kalaupun ada dugaan korban melakukan pencurian handphone seperti yang dituduhan keluarga pelaku kepada korban yang kemudian tidak dapat dibuktikan setelah mendapat pemeriksaan di kantor polisi.
Sesungguhnya sebagai seorang pejabat dilingkungan pemerintahan Lembata ada mekanisme penyelesaiannya yang lebih baik yang dapat digunakan bukan dengan cara main hakim sendiri dengan menggunakan kekuasaan.
Karena itu, bersesuaian dengan ketentuan pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang berbunyi bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan dan atau kekerasan, penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi junto pasal 80 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan serta penganiayaan terhadap anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan maupun denda paling banyak Rp. 72 juta.
Untuk junto UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dengan demikian Komnas Perlindungan anak mendesak Polres Lembaga untuk segera menangkap dan menahan terduga pelaku agar jangan membiarkan begitu saja tentang kasus tanpa kepastian serta kejelasan hukum.
Jika kasus ini dibiarkan mengambang dan berlalu begitu saja, apalagi atas kasus penganiayaan ini sudah cukup bukti (visum beserta saksi-red).
Kami takutkan akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan kepercayaan masyarakat kepada aparatus penegak hukum di Lembata, NTT.
Sebab itu, bagi semua pihak harus peduli terhadap penegakan hukum sebagai upaya memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di Lembata”, imbuh Arist.
Sekaligus adanya kekerasan fisik dan psikis disertai dengan penganiaan yang mengakibatkan luka maupun lebam pada tubuh korban.
Arist mengatakan bahwa tindakan para pelaku sudah dapat dikategorikan tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan merendahkan martabat.
Serta juga Pembiaran atas kelambanan penanganan kasus ini menjadi bukti bahwa masyarakat dan orang dewasa sudah bertindak sewenang-wenang dengan cara menggunakan kekuasaannya untuk menindas maupun mengabaikan hak anak untuk memperoleh perlindungan.
Sementara itu, Arist juga menjelaskan sesungguhnya setiap anak membutuhkan perlindungan khusus dari semua pihak, karena anak dalam posisi lemah, tak berdaya dan sebagai individu yang belum mampu membelah serta melindungi dirinya sendiri.
Dengan demikian, anak dalam situasi apapun patut mendapat perlindungan dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara serta orang-orang dewasa yang ada disekitar kehidupan sosial anak.
Seperti bentuk perlindungan pemerintah dan negara terhadap anak tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perlindungan serta menindak pelaku kejahatan pelanggaran hak anak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Disamping itu, pemerintah dan negara juga wajib hadir dan bertanggungjawab atas pemulihan tentang rehabilitasi sosial anak yang menjadi korban penganiayaan.
Maka untuk memastikan proses hukum yang berkeadilan bagi korban, Komnas Perlindungan Anak akan segera menurunkan Tim Advokasi dan Rehabilitasi Sosial Anak untuk bertemu korban dan keluargan dan berkordinasi dengan Polres Lembata serta Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengetahui tentang mengungkap tabir apa penyebab kelambanan menindaklanjuti laporan korban.
“Semua ini Kan sudah sudah cukup bukti, apalagi kendalanya”, cetus Arist saat diwawancarai awak media.(@gus)