JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian angkat suara soal kebijakan kontroversial Bupati Pati, Sudewo
Yang menetapkan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), hingga 250 persen pada tahun 2025.
Tito mengatakan pihaknya telah menerima informasi tersebut dari media dan langsung memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengecekan di lapangan.
“Saya tahu dari media, makanya saya minta dicek ya. Saya sudah perintahkan Irjen untuk turun,” kata Tito kepada tv10newsgroup.com di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Meski demikian, Tito belum bersedia memberikan komentar lebih lanjut, sebelum hasil pengecekan resmi diterima.
Ia memastikan bahwa tim dari Kementerian Dalam Negeri akan segera menelusuri apakah kebijakan kenaikan pajak tersebut, sesuai dengan ketentuan dan kondisi riil di lapangan, terutama dampaknya terhadap masyarakat.
Kebijakan Bupati Pati Sudewo tersebut memicu gelombang protes dari warga Pati. Kenaikan tarif PBB yang dinilai drastis membuat banyak masyarakat merasa terbebani
Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi. Bahkan, sejumlah kelompok masyarakat telah menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Pati untuk menyuarakan keberatannya.
Dalam rapat intensifikasi PBB-P2 yang digelar pada Minggu, 18 Mei 2025, Bupati Pati Sudewo bersama para camat dan anggota Paguyuban Solidaritas Pajak Pati (PASOPATI) menyepakati adanya penyesuaian tarif pajak sebesar 250 persen.
Keputusan tersebut, menurut Sudewo diambil setelah mempertimbangkan bahwa tarif PBB di Kabupaten Pati, belum pernah dinaikkan selama 14 tahun.
“PBB di Pati sudah 14 tahun tidak mengalami penyesuaian. Maka kami sepakat untuk menaikkannya sekitar 250 persen, demi peningkatan pendapatan daerah yang dibutuhkan untuk pembangunan,” kata Bupati Pati, Sudewo
Ia menegaskan bahwa langkah ini, bukan semata-mata untuk membebani masyarakat. tetapi sebagai upaya meningkatkan kemampuan fiskal daerah dalam membiayai berbagai program strategis.
Di antaranya pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan fasilitas RSUD RAA Soewondo, serta penguatan sektor pertanian dan perikanan yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Sudewo juga membandingkan penerimaan PBB Kabupaten Pati yang hanya sekitar Rp 29 miliar, jauh tertinggal dari Jepara (Rp 75 miliar), Rembang (Rp 50 miliar), dan Kudus (Rp 50 miliar).
Padahal secara geografis dan potensi ekonomi, Kabupaten Pati tidak kalah dari ketiga kabupaten tersebut.
Namun demikian, kebijakan ini menuai pertentangan keras. Warga bahkan mengkonfrontasi Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Pati dalam audiensi di kantor Pemkab Pati
Dia mempertanyakan pernyataan Bupati Pati sebelumnya, yang menyebut bahwa tarif pajak tidak akan naik drastis.
Salah satu warga, inisial D (52), menyatakan bahwa kenaikan tersebut sangat menyulitkan petani dan pelaku usaha kecil.
“Kami tidak menolak pajak, tapi tolong jangan dinaikkan setinggi itu. Ini mencekik rakyat kecil,” lanjut inisial D saat demo.
Kini, publik menanti hasil pengecekan yang akan dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Apakah kebijakan ini akan direvisi atau tetap berjalan sesuai rencana, semua mata kini tertuju pada langkah lanjutan dari pemerintah pusat.(red)