JAKARTA,TV10newsgroup.com – Kasus Kejahatan Seksual terhadap 35 orang anak dalam bentuk SODOMI yang diduga dilakukan oleh PCR (23) warga desa Pulosari, Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi mendapat atensi yang serius dari Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak.
Arist Merdeka Sirait menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya dan berterima kasih kepada jajaran Polsek Kalapanunggal dan Kapolres serta jajaran satreskrimum Polres Sukabumi atas kepeduliannya dan kerja kerasnya kurang lebih dari 24 jam telah berhasil mengungkap tabir kejahatan seksual yang dilakukan PCR (23).
Perbuatan menjijikkan yang merendahkan harkat dan martabat anak ini terulang kembali di wilayah hukum Sukabumi.
Belum lupa dari ingatan masyarakat Sukabumi, bahwa lima tahun yang lalu peristiwa yang sama dan menyita perhatian masyarakat nasional juga pernah terjadi.
Emon menelan korban kurang lebih 112 orang, sementara PCR (23) warga Kalapanunggal, menelan korban lebih dari 30 orang. Anak usia rata 10-12 tahun. Dan kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh ibu kandung terhadap anaknya juga terjadi di Sukabumi. Demikian juga kasus kejahatan seksual terhadap anak dengan cara bersama-sama (gengRAPE) lebih dari 10 orang juga terjadi di wilayah hukum Sukabumi. Meningkatnya kasus incest yakni persetubuhan sedarah juga banyak dijumpai di Sukabumi juga kasus-kasus kekerasan bentuk lain.
Oleh karenanya tidaklah berlebihan jika Sukabumi pantas mendapat predikat Sukabumi Darurat Kekerasan Seksual.
Kasus bentuk sodomi dan pencabulan yang dilakukan PCR (23) terhadap anak ini adalah salah satu bukti tahun ini. PCR (23) melakukan kejahatan seksual dalam bentuk sodomi sudah berlangsung sejak tahun 2019 dan untuk sementara terdata 39 anak laki-laki yang menjadi korban pencabulan dalam bentuk sodomi.
Saat ini pelaku sudah diamankan Polsek Kalapanunggal Sabtu, 27 juni 2020 sekira pukul 23 WIB dari kediamannya.
Kemudian pada hari Minggu, 28 Juni 2020 sekitar pukul 11 WIB pelaku dibawa ke markas Polres Sukabumi di Pelabuhan Ratu untuk dimintai pertanggungjawaban hukum atas tindakannya.
Adapun modus yang dilakukan pelaku yaitu berpura-pura mengajar ilmu kanuragan kepada korbannya.
Kapolres Sukabumi AKBP Lukman Syarif melalui Kasat Reskrim Polres Sukabumi AKP Riska Fadilah mengatakan pelaku meyakinkan para korbannya bahwa pelaku bisa mengajarkan ilmu kanuragan untuk jaga diri badan dan jika ritual cabul ditolak maka korban akan menjadi gila atau diikuti makhluk gaib korban pun terperdaya oleh pelaku hingga beberapa korban disodomi dan mendapat tindakan asusila.
Mendasarkan pengakuan tersangka perbuatan cabul dilakukan antara lain dalam bentuk perlakuan sodomi dan oral seks lewat anus. Ada yang hanya megang alat vital korban.
Seluruh korban ini adalah anak laki-laki di bawah usia 14 tahun dan Riska menambahkan tersangka sudah mengaku melakukan tindakan cabul pada 35 anak yang dilakukan sejak akhir tahun 2019.
Adapun kasus ini terungkap karena adanya laporan dari orangtua korban. Kasus ini berawal dari laporan salah seorang orang tua korban yang menyatakan anaknya telah dicabuli oleh pelaku.
Atas kasus ini polisi masih terus berusaha mengorek informasi dari pelaku untuk menelusuri dugaan korban-korban lainnya sementara untuk korban yang sudah melapor diarahkan melakukan proses visum dan berkoordinasi dengan Jaksa dan Dinas Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Sukabumi dan Lembaga Peduli Anak Sukabumi..
Untuk korban yang saat ini tersebar di berbagai tempat makanya kita melakukan pendataan ada beberapa juga di kawasan cibojong.
Atas kejahatan yang tergolong “extraornary crime” luar biasa, Komnas Perlindungan Anak mendesak Polres Sukabumi untuk menjerat pelaku dengan pasal 82 ayat (4) undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan Perpu No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 10 tahun maksimal 20 tahun pidana penjara ditambah sepertiga karena korban lebih dari satu orang, pungkas Arist Merdeka.
Untuk memberikan dampingan dan terapi psikososial terhadap puluhan korban, Kommas Perlindungan Anak Jawa Barat segera membentuk Tim Psiko Sosial Terpadu dengan melibatkan psikolog, aktivis pegiat perlindungan Anak di Sukabumi dan Garut, P2TP2A Sukabumi dan pihak Kepolisian.
Untuk merealisasinya Tim Komnas Perlindungan anak bersama LPA Garut dan Perwakilan Komnas Anak Jawa Barat yang akan diawali dengan kegiatan “need assesement” yakni pemetaan dan inventarisasi masalah Senin 07/07/2020 dan bertemu dengan Korban, pelaku dan Polres Sukabumi, demikian Atist mengakhiri keterangannya.(Iis Wahyuni).