PATI I Ketua Umum Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI), A.S. Agus Samudra atau yang akrab disapa Agus Kliwir, mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati
Untuk segera mengambil sikap tegas terhadap keberadaan lokalisasi tempat karaoke yang kembali beroperasi di wilayah Kecamatan Batangan.
Desakan tersebut disampaikan menyusul banyaknya keluhan dan keresahan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa, hingga ketua RT dan RW setempat.
Agus Kliwir meminta perhatian serius dari Bupati Pati Sudewo, Ketua Komisi A dan D DPRD Pati, Satpol PP Kabupaten Pati, Camat Batangan, serta Pemerintah Desa Batursari dan Desa Gajahkumpul.
Menurutnya, keberadaan lokalisasi tersebut tidak hanya melanggar norma sosial dan moral masyarakat, tetapi juga diduga kuat melibatkan anak-anak di bawah umur dalam aktivitas yang sangat memprihatinkan.
“Berdasarkan hasil peninjauan langsung RPPAI di lapangan, kami menemukan sejumlah peristiwa yang mengarah pada dugaan keterlibatan anak di bawah umur yang dipekerjakan di lokasi tersebut.
Ini jelas pelanggaran serius terhadap hak anak dan harus segera dihentikan,” tegas Agus Kliwir kepada wartawan, Kamis (18/12/25).
Ia mengungkapkan, dalam diskusi antara RPPAI dengan Pemerintah Desa Batursari, diketahui bahwa lokasi tersebut sejatinya pernah ditutup dan dipasang garis polisi (police line) pada masa kepemimpinan Bupati Pati sebelumnya, Haryanto.
Namun, dalam perkembangannya, lokalisasi itu justru kembali beroperasi dan bahkan semakin ramai.
“Yang menjadi pertanyaan besar, kenapa tempat ini bisa buka kembali dan justru semakin penuh.Dari informasi yang kami peroleh, mayoritas yang bekerja di sana bukan warga lokal, melainkan orang luar desa,” ungkapnya.
Kepala Desa Batursari, Subur dalam forum diskusi bersama RPPAI, ia menyampaikan penolakan keras dari pihak desa terhadap keberadaan lokalisasi tersebut.
Subur menegaskan bahwa pemerintah desa bersama masyarakat sejak awal tidak menghendaki aktivitas tersebut kembali berjalan di wilayahnya.
“Kami dari pemerintah desa sudah menolak keras keberadaan lokalisasi ini. Namun, kenyataannya masih tetap beroperasi sampai sekarang.
Ada dugaan kuat banyak oknum yang membekingi tempat itu, sehingga sulit untuk ditertibkan,” ujar Subur.
Melihat kondisi tersebut membuat pemerintah desa berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka menerima banyak keluhan dari masyarakat yang merasa resah
Sementara di sisi lain, upaya penutupan yang dilakukan di tingkat desa tidak membuahkan hasil maksimal, tanpa dukungan tegas dari Pemkab Pati.
“Kami berharap Pemkab Pati segera turun tangan dan mengambil sikap tegas. Lokalisasi ini harus ditutup secara permanen demi menjaga ketertiban, keamanan, dan masa depan generasi muda,” tambah Kepala Desa Batursari.
Menanggapi hal tersebut, Agus Kliwir menungkapkan komitmen RPPAI untuk terus mengawal persoalan ini hingga tuntas.
Ia menilai, jika benar terdapat praktik eksploitasi anak, maka aparat penegak hukum wajib bertindak tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Ini bukan sekadar persoalan moral, tapi juga persoalan hukum dan perlindungan anak. Negara tidak boleh kalah dengan oknum-oknum yang mencari keuntungan dengan mengorbankan masa depan anak-anak,” kata Agus Kliwir
RPPAI berharap, sinergi antara pemerintah daerah, DPRD, aparat penegak hukum dan masyarakat dapat segera terwujud
Demi menuntaskan persoalan lokalisasi tersebut, dan menciptakan lingkungan yang aman serta layak bagi anak dan perempuan di Kabupaten Pati.(red)







