TV10Newsgroup.com, PATI I Indonesia memasuki tahun 2025 dengan optimisme besar di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Berbagai kebijakan strategis sedang dijalankan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, mulai dari peningkatan Indeks Modal Manusia (IMM), ketahanan pangan, hingga perbaikan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan.
Namun, di tengah semangat pembangunan, penting untuk merenungkan kembali keseimbangan antara kemajuan dan pelestarian alam.
Salah satu wilayah yang mencerminkan konflik antara pembangunan dan pelestarian adalah Pegunungan Kendeng.
Sejak beberapa dekade terakhir, kerusakan ekosistem Pegunungan Kendeng terus menjadi sorotan, Pada 18 Januari 2025.
Data menunjukkan deforestasi signifikan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagian besar akibat aktivitas pertambangan dan alih fungsi lahan.
Kerusakan ini berdampak luas, dari meningkatnya risiko banjir, hingga menurunnya kualitas hidup masyarakat yang bergantung pada alam.
Dalam sejarah kerusakan di pegunungan Kendeng menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini.
Aktivitas penambangan batu gamping, yang mendukung industri pembangunan, telah menghilangkan vegetasi, merusak struktur geologi, dan mempengaruhi aliran air.
Hal ini berujung pada bencana ekologis, seperti banjir besar di Jawa Tengah pada 2014 yang menyebabkan kerugian hingga Rp 1,6 triliun.
Namun, masalah ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Dalam tradisi luhur yang diwariskan oleh Mbah Samin Surondiko.
Di kehidupan manusia digambarkan sebagai bagian dari siklus besar yang melibatkan alam dan Sang Pencipta. Prinsip “ojo serakah” atau tidak serakah menjadi pengingat bahwa semua manusia memiliki hak yang sama atas bumi dan harus menjaga keseimbangan dalam mengelola sumber daya alam.
Tradisi spiritual di berbagai budaya, seperti ajaran Islam, Hindu – Buddha, dan Kristen, menekankan pentingnya keseimbangan dalam siklus kehidupan.
Dalam ajaran ini, manusia diingatkan untuk bertanggung jawab atas alam, menjaga harmoni, dan menghindari kerakusan yang merusak.
Filosofi ini selaras dengan semangat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang menyerukan pelestarian lingkungan.
Melalui kerja sama masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya, pelestarian Pegunungan Kendeng dapat diwujudkan.
Sebab, tanpa lingkungan yang sehat, ketahanan pangan, pendidikan berkualitas, dan kesehatan masyarakat yang baik tidak mungkin tercapai.
Salam Kendeng, Lestari! Pada akhirnya, menjaga bumi adalah tanggung jawab semua pihak. Sebagaimana pepatah Jawa mengingatkan.
“Ibu Bumi wes maringi, Ibu Bumi di larani, Ibu Bumi kang ngadili.” Jangan sampai alam yang telah memberikan segalanya menjadi korban kerakusan manusia.
Mari bergotong royong menjaga bumi, karena kelestarian lingkungan adalah warisan terbaik untuk generasi mendatang”, ungkap Gunretno, JM-PPK.(red)