PATI I Kebebasan pers di Kabupaten Pati kembali mendapat ujian serius. Seorang wartawan mengalami penghalangan kerja jurnalistik ketika meliput rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati, pada Kamis (4/9/2025).
Insiden tersebut menimpa Umar Hanafi (34), reporter, sekitar pukul 10.50 WIB, dan berakhir dengan penetapan satu orang sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Peristiwa bermula saat rapat pansus tengah meminta keterangan dari Ketua Dewan Pengawas RSUD RAA Soewondo Pati, Torang Manurung.
Di ruang Badan Anggaran DPRD Pati, Torang secara tiba-tiba meninggalkan ruang rapat sebelum sesi selesai.
Sejumlah jurnalis, termasuk Umar dan Mutia Parasti Widawati (25), berinisiatif mengikuti untuk meminta keterangan tambahan di pintu lobi.
Namun, upaya wawancara itu seketika berujung insiden. Seorang pria tiba-tiba menarik kedua tangan Umar dengan keras
Hingga kehilangan keseimbangan, sementara Mutia ikut terjatuh ke lantai akibat terdorong. Kejadian itu membuat keduanya tidak bisa melaksanakan tugas jurnalistik yang seharusnya dilindungi undang-undang.
“Waktu itu saya sudah siap dengan kamera ponsel. Tiba-tiba tangan saya ditarik kuat-kuat sampai goyah.
Kami gagal mendapatkan pernyataan penting yang seharusnya jadi bahan berita,” ujarnya.
Mutia yang ikut menjadi korban menuturkan, kejadian itu tidak hanya menimbulkan rasa sakit fisik, tetapi juga menghambat kinerjanya sebagai wartawan.
“Saya terjatuh cukup keras. Sungguh kaget dan kesal karena tindakan itu jelas menghalangi tugas kami. Kebebasan pers harus dihormati,” lanjutnya.
Polresta Pati bergerak cepat menangani laporan ini. Lima orang saksi telah diperiksa, ditambah satu saksi ahli dari Dewan Pers. Hasil gelar perkara akhirnya menetapkan satu orang sebagai tersangka.
Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi melalui Kasat Reskrim Polresta Pati, Kompol Heri Dwi Utomo menjelaskan bahwa penanganan kasus ini tidak main-main.
Menurutnya, tindakan menarik hingga menjatuhkan wartawan merupakan bentuk nyata penghalangan kerja jurnalistik.
“Kasus ini kami proses berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Jo Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ancaman hukumannya cukup berat, yakni pidana penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta,” kata Kompol Heri.
Ia menambahkan, peristiwa ini bukan sekadar insiden biasa. Ada prinsip penting yang harus ditegakkan, yaitu kemerdekaan pers.
“Ini bukan hanya soal perkelahian atau kesalahpahaman. Ini menyangkut hak publik untuk mendapatkan informasi melalui kerja jurnalistik. Itu wajib dilindungi,” imbuhnya
Kompol Heri Dwi Utomo memastikan, Polresta Pati akan menuntaskan kasus ini, hingga ke pengadilan.
Langkah tegas tersebut diambil sebagai pesan kuat bahwa tindakan menghalangi wartawan tidak akan ditoleransi.
“Kami ingin memberikan kepastian hukum, sekaligus efek jera. Pers harus bebas bekerja di Pati tanpa ada intimidasi maupun kekerasan,” ucap Heri Dwi Utomo, Kasat Reskrim Polresta Pati kepada wartawan
Kasus ini pun menuai perhatian dari kalangan jurnalis di Pati. Banyak pihak menilai penanganan cepat aparat kepolisian menjadi sinyal positif bagi perlindungan kemerdekaan pers.
Insiden ini diharapkan menjadi yang terakhir, sekaligus pengingat bahwa kerja jurnalistik adalah bagian dari demokrasi yang harus dihormati.(MK)